Friday, 1 September 2023

Jurnal Harian CGP



JOURNAL 1
Perasaan

Selama dua minggu mengikuti pendidikan guru penggerak ini banyak perasaan yang saya rasakan, antara senang, bangga, dan juga khawatir tidak dapat melaksanakan pendidikan Calon Guru Penggerak ini dengan baik dan maksimal, bahkan merasa minder karena melihat teman-teman Calon Guru Penggerak yang hebat. Keinginan dan tekad yang kuat untuk dapat menyelesaikan CGP ini.

Selama menjalani kegiatan ini banyak ilmu saya dapatkan, contohnya bagaimana menjadi guru yang baik, bagaimana berhamba pada anak, upaya apa yang harus dilakukan, dan lainnya. Rangkaian kegiatan yang dalam CGP membuat Saya merasakan bahwa apa yang saya miliki tentang pendidikan masih kurang dan sangat jauh dari pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara.

Ketika saya mulai menerapkan filosofis Ki Hajar dewantara dalam pembelajaran dikelas. Saya merasa kasih sayang saya terhadap murid semakin bertambah. Saya tidak lagi memandang murid yang sering bercanda dan bermain-main di kelas sebagai anak yang nakal, karena saya menyadari bahwa kodrat anak adalah bermain. Oleh karena nya, ide yang muncul dari pembelajaran ini adalah menerapankan pembelajaran dengan media TikTok agar suasana pembelajaran menjadi asyik dan menyenangkan.

 
Pembelajaran

Dari pembelajaran tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional - Ki Hadjar Dewantara ini, Saya mendapat ilmu untuk meningkatkan kompetensi sebagai seorang pendidik. Sebagai seorang pendidik saya harus menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat dengan mengacu pada trilogi pendidikan yaitu Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso, dan Tut wuri handayani.

Dari pembelajaran ini, pengajaran dan pendidikan harus selaras dengan penghidupan dan kehidupan bangsa agar semangat cinta tanah air dapat terus terpelihara. Ki Hajar Dewantara menekankan agar pendidikan selalu memperhatikan; a) Kodrat Alam, b) Kemerdekaan, c) Kemanusiaan, d) Kebudayaan, dan e) Kebangsaan.

Agar terwujud pendidikan yang memerdekakan anak, saya harus memberikan kemerdekaan kepada anak-anak dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya, sebab anak bukanlah kertas kosong, melainkan anak itu sebagai kertas putih yang sudah berisi coretan namun masih buram, tugas Saya sebagai guru untuk menjadikan coretan yang buram itu semakin jelas.

Setiap anak special, anak sudah memiliki bakat dan potensinya masing-masing, Selain itu berdasarkan filosofi pendidikan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara, kita harus memandang anak sebagai individu yang berbeda dan unik. Setiap anak punya gaya belajar dan potensinya masing-masing, sehingga kita sebagai guru harus melaksanakan pembelajaran yang berdiferensiasi.

Artinya dalam melaksanakan pembelajaran guru harus selalu memperhatikan perbedaan individu dan juga melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada anak. Tidak memaksakan metode atau strategi yang menurut guru baik namun belum tentu memperhatikan setiap perbedaan individ.

Menerapkan budi pekerti yang luhur atau akhlak mulia merupakan keharusan yang tidak terbantahkan dengan cara mengintegrasikan setiap proses pembelajaran dengan pencapaian Profil Pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif.


Penerapan

Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional - Ki Hadjar Dewantara ini, memotivasi saya untuk melakukan hal terbaik dalam pembelajaran agar tujuan pendidikan bisa tercapai sejalan dengan pemikiran filosofis Ki hajar Dewantara, diantaranya:

a) Mengubah pandangan bahwa siswa bukan seperti kertas putih kosong, b) Mengubah metode dan model pembelajaran di kelas yang memperhatikan kebutuhan siswa, c) Mengubah cara pandang terhadap siswa yang semula berorientasi pada nilai menjadi berorientasi pada proses, d) merancang dan melakukan asessmen diagnostik awal untuk mengetahui profil siswa, e) merancang pembelajaran sesuai dengan hasil asessmen diagnostik awal yang telah dilakukan, f) membuat kesepakatan belajar, dan g) melaksanakan pembelajaran dengan metode bermain sambil belajar.

Journal 2
Perasaan

Selama dua minggu mengikuti pendidikan guru penggerak ini banyak perasaan yang saya rasakan, antara senang, bangga, dan juga khawatir tidak dapat melaksanakan pendidikan Calon Guru Penggerak ini dengan baik dan maksimal, bahkan merasa minder karena melihat teman-teman Calon Guru Penggerak yang hebat. Keinginan dan tekad yang kuat untuk dapat menyelesaikan CGP ini.

Selama menjalani kegiatan ini banyak ilmu saya dapatkan, contohnya bagaimana menjadi guru yang baik, bagaimana berhamba pada anak, upaya apa yang harus dilakukan, dan lainnya. Rangkaian kegiatan yang dalam CGP membuat Saya merasakan bahwa apa yang saya miliki tentang pendidikan masih kurang dan sangat jauh dari pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara.

Ketika saya mulai menerapkan filosofis Ki Hajar dewantara dalam pembelajaran dikelas. Saya merasa kasih sayang saya terhadap murid semakin bertambah. Saya tidak lagi memandang murid yang sering bercanda dan bermain-main di kelas sebagai anak yang nakal, karena saya menyadari bahwa kodrat anak adalah bermain. Oleh karena nya, ide yang muncul dari pembelajaran ini adalah menerapankan pembelajaran memberika ice breaking agar suasana pembelajaran menjadi asyik dan menyenangkan.

Pembelajaran

Dari pembelajaran tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional - Ki Hadjar Dewantara ini, Saya mendapat ilmu untuk meningkatkan kompetensi sebagai seorang pendidik. Sebagai seorang pendidik saya harus menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat dengan mengacu pada trilogi pendidikan yaitu Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso, dan Tut wuri handayani.

Dari pembelajaran ini, pengajaran dan pendidikan harus selaras dengan penghidupan dan kehidupan bangsa agar semangat cinta tanah air dapat terus terpelihara. Ki Hajar Dewantara menekankan agar pendidikan selalu memperhatikan; a) Kodrat Alam, b) Kemerdekaan, c) Kemanusiaan, d) Kebudayaan, dan e) Kebangsaan.

Agar terwujud pendidikan yang memerdekakan anak, saya harus memberikan kemerdekaan kepada anak-anak dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya, sebab anak bukanlah kertas kosong, melainkan anak itu sebagai kertas putih yang sudah berisi coretan namun masih buram, tugas Saya sebagai guru untuk menjadikan coretan yang buram itu semakin jelas.

Setiap anak special, anak sudah memiliki bakat dan potensinya masing-masing, Selain itu berdasarkan filosofi pendidikan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara, kita harus memandang anak sebagai individu yang berbeda dan unik. Setiap anak punya gaya belajar dan potensinya masing-masing, sehingga kita sebagai guru harus melaksanakan pembelajaran yang berdiferensiasi.

Artinya dalam melaksanakan pembelajaran guru harus selalu memperhatikan perbedaan individu dan juga melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada anak. Tidak memaksakan metode atau strategi yang menurut guru baik namun belum tentu memperhatikan setiap perbedaan individ.

Menerapkan budi pekerti yang luhur atau akhlak mulia merupakan keharusan yang tidak terbantahkan dengan cara mengintegrasikan setiap proses pembelajaran dengan pencapaian Profil Pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif.

Penerapan

Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional - Ki Hadjar Dewantara ini, memotivasi saya untuk melakukan hal terbaik dalam pembelajaran agar tujuan pendidikan bisa tercapai sejalan dengan pemikiran filosofis Ki hajar Dewantara, diantaranya:

a) Mengubah pandangan bahwa siswa bukan seperti kertas putih kosong, b) Mengubah metode dan model pembelajaran di kelas yang memperhatikan kebutuhan siswa, c) Mengubah cara pandang terhadap siswa yang semula berorientasi pada nilai menjadi berorientasi pada proses, d) merancang dan melakukan asessmen diagnostik awal untuk mengetahui profil siswa, e) merancang pembelajaran sesuai dengan hasil asessmen diagnostik awal yang telah dilakukan, f) membuat kesepakatan belajar, dan g) melaksanakan pembelajaran dengan metode bermain sambil belajar.

 https://sites.google.com/guru.smp.belajar.id/ifanafauziyah/publikasi

Journal 3
Jurnal Refleksi - Minggu 6 (Visi Guru Penggerak)

Visi adalah tujuan, masa depan, cita-cita, hal yang ingin dilakukan. Visi juga merupakan gambaran besar atau gambaran secara keseluruhan apa yang diinginkan. Visi ini sangat penting dimiliki setiap sistem, organisasi atau suatu instansi/lembaga demi mewujudkan impian, cita-cita, dan harapan yang diinginkan dari input/masukan, proses dan output. Seorang guru sudah seharusnya mampu membuat visi yang sejalan dengan impiannya dan mengkomunikasikan visi tersebut kepada pemangku kebijakan supaya dapat berjalan secara sinergis. Visi yang dibuat guru seyogyanya harus menggambarkan keperpihakkan kepada peserta didik. Visi tersebut akan menjadi pematri,  pendorong, dan penyemangat guru untuk terus bergerak dan berbuat demi kemerdekaan, kebahagian dan kedamaian peserta didik.

Visi tersebut harus mampu mengakomodir segala keunikan, potensi dan keragaman karakter peserta didik. Guru harus memiliki kesabaran yang lebih dan keikhlasan dalam mengarahkan dan membimbing tumbuh kembang peserta didik sehingga mereka dapat hidup sesuai kodrat zaman dan kodrat alamnya.  Tergambar secara jelas dalam visi tersebut keberpihakan terhadap peserta didik. Keberpihakan tersebut akan menciptakan peserta didik yang merdeka,  peserta didik yang memiliki kebebasan berpikir dan kebebasan berinovasi. Kekebasan yang dapat mendorong peserta didik menjadi lebih berani tampil di depan umum, cerdik dalam bergaul, kreatif, dan inovatif. Kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif. Guru juga diharapkan menjadi penggerak untuk mengambil tindakan yang muaranya memberikan hal yang terbaik untuk peserta didik, serta guru diharapkan mengutamakan muridnya. Guru mampu memahami dan membimbing pembelajaran yang sesuai dengan bakat minat peserta didik.

Ada beberapa alternatif cara yang dapat diambil guru dalam merealisasikan peserta didik yang merdeka antara lain.

·         Merubah mindset guru bahwa pencapaian ranah kognitif bukan lagi menjadi tujuan utama dalam proses pembelajaran tapi bagaimana guru mampu menciptakan suasana pembelajaran yang dapat mengembangkan sikap dan minat belajar serta potensi dasar siswa.

·         Materi ajar bukan lagi sesuatu yang dipaksakan kepada peserta didik, tetapi bagaimana materi ajar tersebut menjadi bahan yang dapat  dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari anak.

·         Guru harus sudah mulai menggali pengalaman anak sebagai tema yang akan dipiih dalam pembelajaran.

·         Desain pembelajaran yang digunakan harus mampu melibat-aktifkan seluruh peserta didik dan mampu menciptakan suasana yang menyenangkan.

·         Proses pembelajaran memberikan kesempatan peserta didik untuk berkolaborasi, bergotong royong dan mengambil makna yang permainan.

·         Mengevaluasi hasil pembelajaran secara holistic dan otentik meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap menggunakan berbagai instrument penilaan.

Untuk dapat mewujudkan visi sekolah impian dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Cooperrider & Whitney, 2005; Noble & McGrath, 2016). Kita akan memakai pendekatan IA sebagai ‘alat olahraga’ untuk kita berlari mencapai garis “finish” kita yaitu visi yang kita impikan. Cooperrider, adalah tokoh yang mengembangkan IA, menyatakan bahwa pendekatan IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif dan kreativitas, serta menyatukan orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh proses manajemen perubahan yang biasa. Manajemen perubahan yang biasa dilakukan lebih menitikberatkan pada masalah apa yang terjadi dan apa yang salah dari proses tersebut untuk diperbaiki. Hal ini berbeda dengan IA yang berusaha fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi. IA menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dengan demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan. Menurut Cooperrider & Whitney (2005), Inkuiri Apresiatif adalah suatu filosofi, suatu landasan berpikir yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri seseorang, dalam suatu organisasi dan dunia di sekitarnya baik di masa lalu, masa kini maupun masa depan. Ia berpendapat juga bahwa saat ini kita hidup pada zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkap hal yang benar dan baik. Mata yang mampu membukakan kemungkinan perbaikan dan memberikan apresiasi atas hal yang sudah berjalan baik. Bila organisasi lebih banyak membangun sisi positif yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut dipastikan akan meningkat dan kemudian organisasi akan berkembang secara berkelanjutan. Dalam video di Youtube tersebut, Cooperrider juga menceritakan bahwa pendapatnya ini sejalan dengan pendapat Peter Drucker, seorang Begawan dalam dunia kepemimpinan dan manajemen. Menurut Drucker, kepemimpinan dan manajemen adalah keabadian. Oleh sebab itu, seorang pemimpin bertugas menyelaraskan kekuatan yang dimiliki organisasi. Caranya adalah dengan mengupayakan agar kelemahan suatu sistem dalam organisasi tidak menjadi penghalang, karena semua aspek dalam organisasi fokus pada penyelarasan kekuatan.

BAGJA adalah gubahan tahapan Inkuiri Apresiatif sebagai pendekatan manajemen perubahan yang pertama kali diperkenalkan oleh Cooperrider ke dalam langkah 4D Discover-Dream-Design-Deliver (Cooperrider & Whitney, 2005) yang kemudian dalam praktik-praktik selanjutnya tahapan Discover dipecah menjadi Define dan Discover (Cooperrider et.al, 2008). Inilah kemudian yang menjadi langkah-langkah yang perlu Bapak/Ibu ikuti dalam menerapkan perubahan sesuai dengan visi yang Bapak/Ibu telah impikan berdasarkan tahapan BAGJA. Tahap pertama, Buat Pertanyaan Utama (Define). Di tahap ini, Bapak/Ibu merumuskan pertanyaan sebagai penentu arah penelusuran terkait perubahan yang diinginkan atau diimpikan. Tahap kedua, Ambil Pelajaran (Discover). Pada tahapan ini, Bapak/Ibu mengumpulkan berbagai pengalaman positif yang telah dicapai di kelas maupun sekolah serta pelajaran apa yang dapat diambil dari hal-hal positif tersebut. Tahap ketiga, Gali Mimpi (Dream). Pada tahapan ini, Bapak/Ibu dapat menyusun narasi tentang kondisi ideal apa yang diimpikan dan diharapkan terjadi di lingkungan pembelajaran. Disinilah visi benar-benar dirumuskan dengan jelas. Tahap ketiga, Jabarkan Rencana (Design). Di tahapan ini, Bapak/Ibu dapat merumuskan rencana tindakan tentang hal-hal penting apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan visi. Tahapan terakhir, Atur Eksekusi (Deliver). Di bagian ini, Bapak/Ibu Modul 1.3 - Visi Guru Penggerak | 17 memutuskan langkah-langkah yang akan diambil, siapa yang akan Bapak/Ibu ajak dan pasti mau untuk terlibat, bagaimana strateginya, dan aksi lainnya demi mewujudkan visi perlahan-lahan. Tabel berikut ini berupaya memperlihatkan rangkuman (ciri) tiap tahapan B-A-G-J-A.

Journal 4
Pelajaran dalam modul 1.4 ini telah selesai maka saya akan menceritakan refleksi seperti biasanya dengan model 4F yang dapat diterjemahkan model 4P yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway yaitu:

1. Facts( Peristiwa)

2. Feelings ( Perasaan)

3. Findings ( Pembelajaran)

4. Future ( Penerapan )

Saya akan tuliskan satu persatu pengalaman dan refleksi saya:

1. Facts(Peristiwa)

Setelah mempelejarai modul 1.3 tentang visi guru penggerak dilanuutkan ke modul 1.4 tentang budaya positif. Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan pembelajaran modul 1.4 sudah dimulai pada tanggal 6 Desember 2022 dengan mempelajari materi tentang eksplorasi konsep yang dipelajari secara mandiri. Pada modul 1.4 tentang Budaya Positif ini banyak ilmu baru yang saya pelajari. Dimulai dengan Mulai dari diri dengan mempelajari sub modul dengan tujuan pembelajaran khusus mengaktifkan pengetahuan awal apa yang telah dipelajari sebelumnya tentang konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep lingkungan dan budaya positif di sekolah. Kemudian dilanjut ke sub modul Eksplorasi konsep yang mencakup beberapa bagian yaitu : Disiplin positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, Lima Posisi Kontrol,teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi, Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas, Segitiga Restitusi.

Kami bertemu di ruang kolaborasi yang didampingi dengan fasilitator Bapak Kadirin membahas tentang beberapa kasus anak. Kami dibagi menjadi 3 kelompok untuk memecahkan permasalahan yang ada dengan menyelesaikan kasus tersebut dengan segitiga restitusi, serta menjelaskan posisi kontrol. Diskusi berjalan dengan baik, tetapi hasil diskusi akan dipresentasikan pada hari berikutnya. Ruang kolaborasi dilanjutkan pada hari berikutnya yaitu pada, pertemuan ini setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi pada pertemuan sebelumnya. Diskusi berjalan begitu semangat, setiap kelompok mmempresentasikan dengan sangat menarik, dan perdebatan pendapat begitu sengit. Bapak Muhammad Isa begitu senang melihat pembelajaran malam itu, karena kami belajar begitu semangat. Kemudian PPT hasil diskusi kami kirim ke LMS.

 Setelah itu kami mendalami materi bersama instruktur di Elaborasi Pemahaman pada tanggal. Pemahaman saya bertambah jelas setelah mendapat pencerahan dari instruktur. Kemudian saya diminta untuk membuat Koneksi antar materi, mengaitkan materi sebelumnya dengan materi sekarang. Dan di akhiri dengan membuat Aksi Nyata. Dengan harapan setelah mempelajari sub-sub modul tersebut calon guru penggerak akan mampu menjadi motor penggerak perubahan budaya positif di satuan Pendidikan masing-masing dengan berkolaborasi bersama para pemangku kepentingan agar tercipta ekosistem sekolah yang lebih berpihak pada murid sesuai dengan cita-cita luhur Ki Hadjar Dewantara.

2. Feelings ( Perasaan )

Perasaan saya selama mempelajari modul 1.4 tentang Budaya Positif ini adalah senang dan semakin termotivasi untuk semangat dalam menjalankan pendidikan guru penggerak. Selain itu saya juga bersemangat dalam menerapkan dan menjalankan budaya positif yang diterapkan di kelas dan di sekolah. Semangat dan motivasi saya ini akan membuat aura positif dalam menjalankan budaya positif di kelas dan di lingkungan sekolah. Penerapan patuh terhadap peratusan, penerapan budaya 5S dengan motivasi internal, siswa dengan kesadarannya sendiri melakukan budaya positif.

Penerapan posisi kontrol juga menjadi perhatian bagi saya, Alhamdulillah dengan mendapatkan materi posisi control saya lebih bisa mengahdapi siswa lebih baik. Biasanya posisi control penghukum yang sering saya jalankan, dengan mendapat pencerahan ini saya berusaha posisi control meneger.

3. Findings ( Pembelajaran)

Pembelajaran bermakna yang saya peroleh setelah mempelajari modul 1.4 adalah bahwa sebagai calon guru penggerak harus mampu menempatkan diri dalam posisi kontrol yang tepat dalam penerapan budaya positif disekolah yaitu posisi kontrol sebagai manajer dengan menerapkan segitiga restitusi sebagai solusi ketika ada murid yang melanggar keyakinan kelas. Kenapa dengan segitiga restitusi? karena restitusi menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Dan saya merasakan hal tersebut memang benar, menyelesaikan masalah dengan hukuman tidak menyelesaikan masalah justru membuat keadaan semakin rumit. Segitiga restitusi adalah penyelesaiannya. Dengan segitiga restitusi masalah selesai dengan damai dan anak-anak pun tidak kehilangan identitas mereka, justru mereka Kembali dengan karakter yang lebih kuat dan lebih baik.

4. Future ( Penerapan)

Setelah mempelajari modul 1.4 ini yaitu tentang budaya posistif maka saya lebih paham tentang Disiplin positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, Lima Posisi Kontrol,teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi, Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas, Segitiga Restitusi. Perubahan yang saya rasakan adalah saya merasa harus tergerak, bergerak dan menggerakkan orang-orang yang ada di sekitar saya untuk segera mengetahui materi yang saya dapatkan ini. Hal yang akan saya lakukan untuk melakukan perubahan yang positif dengan lebih memperhatikan kebutuhan peserta didik, menggunakan posisi kontrol sebagai manager dalam menangani kasus siswa, menerapkan segitiga restitusi dan selalu menganalisis secara reflektif dan kritis penerapan budaya positif disekolah dengan berkolaborasi dengan warga sekolah dan berbagai pemangku kepentingan, walau hal tersebut memerlukan waktu yang tidak sebentar karena melakukan perubahan yang sudah menjadi kebiasaan tidak lah mudah. Tapi kita harus bergerak menuju perubahan yang lebih baik.

Journal 5
Pelajaran dalam modul 1.4 ini telah selesai maka saya akan menceritakan refleksi seperti biasanya dengan model 4F yang dapat diterjemahkan model 4P yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway yaitu:

Facts( Peristiwa)

Feelings ( Perasaan)

Findings ( Pembelajaran)

Future ( Penerapan )

Saya

akan tuliskan satu persatu pengalaman dan refleksi saya:

Facts (peristiwa)

 

Pembelajaran pada modul 2.1 diawali dengan tes awal paket modul 2 pada LMS (learning manejemen system). Pembelajaran masih menggunakan alur "MERDEKA" (mulai dari diri, eksplorasi konsep, ruang kolabolasi, demonstrasi kontekstual, elaborasi pemahaman, koneksi antar materi, dan aksi nyata). Pada modul 2. 1 ini pembelajaran dimulai dari kegiatan mulai dari diri. Lalu dilanjutkan dengan eksplorasi konsep modul 2.1 tentang materi memenuhi kebutuhan belajar murid melalui pembelajaran berdiferensiasi.

Sebagaimana telah dilewati sebelumnya, calon guru penggerak (CGP) dilibatkan dalam forum diskusi eksplorasi konsep yang kemudian diminta mengunggah tugas eksplorasi konsep di LMS dan merupakan akhir kegiatan di eksplorasi konsep. Calon guru penggerak diminta menyimpulkan pemahaman tentang pembelajaran berdiferensiasi dengan menggunakan diagram frayer yang kemudian diunggah ke LMS.
 
saya bergabung di ruang kolaborasi bersama instruktur, sesama CGP Angkatan 7. Tugasnya adalah mengamati dan analisa sekenario pembelajaran dalam mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi. Setelah itu bersama kelompok membuat bahan presentasi untuk kegiatan ruang kolaborasi 2.

Kami embali bergabung di ruang kolaborasi 2. Bersama kelompok dan fasilitator melakukan presentasi  berikut tanya jawab. Hasil dari ruang kolaborasi kelompok lalu di unggah dalam LMS.
 
Tugas selanjutnya adalah demonstrasi kontekstual. yakni, membuat Rencana Program Pembelajaran (RPP) berdiferensiasi dan mengunggahnya ke dalam LMS. Tak hanya itu, tugas lainnya adalah memberikan kritik, saran dan tanggapan terkait RPP berdiferensiasi yang dibuat oleh rekan CGP lainnya.
   

Selang beberapa hari berikutnya, bergabung dalam ruang elaborasi pemahaman bersama instruktur dengan didampingi oleh fasilitator, pengajar praktik, dan rekan CGP lainnya. Kegiatan yang dilakukan adalah menyimak pemaparan instruktur, tanya jawab, dan memperdalam materi pembelajaran berdiferensiasi
 
Tugas berikutnya adalah membuat video yang memuat tentang koneksi antar materi; keterkaitan modul 2.1 pembelajaran berdiferensiasi dengan modul 1.1 filosofi Ki Hajar Dewantara, modul 1.2 nilai dan peran guru penggerak, modul 1.3 visi guru penggerak, dan modul 1.4 budaya positif.

 
Adapun kegiatan akhir modul 2.1 adalah membuat Rencana Tindakan Aksi Nyata (RTA) tentang pembelajaran berdiferensiasi.
  
Feelings (perasaan)
 
Banyak hal yang didapat saat belajar dan merefleksikan modul 2.1. Semangat memenuhi kebutuhan belajar anak didik terus membuncah, yaitu melalui pembelajaran berdiferensiasi. Artinya, materi ini sangat bermanfaat untuk diterapkan di kelas. Melalui pembelajaran berdiferensiasi ini, pencerahan dan penguatan strategi maupun metode belajar mendapat tempat yang tepat. Keinginan yang kuat pun muncul untuk segera menerapkan pembelajaran berdiferensiasi ini di kelas.
 
Findings ( pembelajaran )

Seperti telah disebut di atas, ada pelajaran berharga yang didapat dalam mempelajari modul ini, yaitu pembelajaran berdiferensiasi. Banyak hal baru sebagai modal penting untuk menggali dan meningkatkan minat, bakat dan potensi anak didik dikelas. Berikut beberapa hal mendasar dan penting dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi:

1. Setiap murid memiliki kebutuhan belajar yang berbeda. Tugas guru adalah memfasilitasi dan melayani kebutuhan belajar murid dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.

2.Untuk tahap awal, tugas guru adalah melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid. Terdapat 3 (tiga) aspek dalam memetakan kebutuhan belajar murid yaitu: (1) kesiapan belajar, (2) minat belajar, dan (3) profil belajar murid.

3.Pembelajaran berdiferensiasi merupakan serangkaian keputusan masuk akal yang dilakukan oleh guru yang berorientasi pada kebutuhan belajar murid. Keputusan masuk akal ini berlandaskan pada tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Guru harus mampu merespon kebutuhan belajar murid  dengan menerapkan strategi pembelajaran berdiferensiasi. Yakni; diferensiasi konten, proses, dan produk. Selain itu, guru juga musti mampu menciptakan lingkungan belajar yang "mengundang" murid untuk belajar, manajemen kelas yang efektif, dan penilaian yang berkelanjutan.

Future (penerapan)

  Agar pembelajaran berdiferensiasi dapat diselenggarakan secara efektif, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah  memetakan  kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan, minat dan profil belajar murid. Dengan memetakan kebutuhan belajar murid guru dapat menentukan perbedaan konten, proses, serta produk dalam kegiatan pembelajaran. Data pemetaan bisa diperoleh dari data murid pada tahun/semester sebelumnya baik melalui angket, pengamatan maupun wawancara dengan sesama rekan guru dan wali murid. Memang, pembelajaran berdiferensiasi ini bukan sesuatu yang baru namun sudah juga di laksanakan oleh semua guru. Hanya saja terkadang guru mengabaikan dan tidak  melakukan pengembangan serta peneguhan dalam implemtasinya. Dan pada akhirnya guru tidak mampu memahami kebutuhan belajar murid. Oleh karena itu, dengan mempelajari modul pembelajaran berdiferensiasi makan guru seolah di ingatkan kembali agar selalu  semangat dalam mewujudkan merdeka belajar dengan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Journal 6
Pada Jurnal Refleksi Modul 2.2, yaitu tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE), saya menggunakan model Gaya Round Robin untuk memperkaya pengalaman dalam menulis. Pada refleksi di modul-modul sebelumnya, saya telah menggunakan model 4F (Facts, Feelings, Findings, Future)

Modul 2.2 Pembeljaran Sosial Emosional (PSE), yaitu mengenai hubungan kompetensi sosial dan emosional dengan peran saya sebagai pendidik dan dengan pembelajaran murid. Pada pembelajaran ini saya menguasai di antaranya definisi pembelajaran sosial dan emosional, kompetensi sosial dan emosional, kesadaran penuh (mindfulness) sebagai dasar penguatan 5 kompetensi sosial dan emosional serta implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah.

Pembahasan ini sejalan dengan peran pendidik yang disampaikan Ki Hajar Dewantara  yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat  dapat mencapai keselamatan dan  kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pemikiran tersebut mengingatkan bahwa tugas seorang guru adalah menumbuhkan motivasi mereka agar mereka dapat membangun perhatian yang berkualitas pada materi dengan merancang  pengalaman belajar yang mengundang dan bermakna.

Kesadaran  akan proses pendidikan yang dapat menuntun tumbuh kembang murid secara holistik sudah menjadi perhatian para pakar pendidikan sejak lama. Kesadaran ini berawal dari teori kecerdasan Emosi Daniel Goleman, dikembangkanlah CASEL (Collaborative for Academic, Socual and Emotional  Learning) pada tahun 1995 sebagai konsep Pembelajaran Sosial Emosional (PSE). Konsep PSE berdasarkan kerangka CASEL tersebut dikembangkan  Daniel Goleman bersama sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak.                                 

Dengan mencermati diagram diatas kita semakin memahami pentingnya  PSE dalam peningkatan kompetensi sosial dan emosional. Terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif  dan toleransi siswa terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah. PSE memberikan kekuatan bagi murid untuk dapat sukses dalam berbagai area kehidupan mereka diluar akademik, termasuk kesejahteraan psikologis (Well-Being) secara optimal. Kerangka pembelajaran Sosial-Emosional berbasis kesadaran penuh dalam mewujudkan  kesejahteraan psikologis (well-being) yang diadaptasi  dari pramida K-For-Catanese (dalam Hawkins 2017). Penerapan PSE berbasis kesadaran penuh secara terhubung, terkoordinasi,aktif,fokus, dan eksplisit dapat mendukung terwujudnya well-being ekosistem sekolah. Praktek kesadaran penuh pada prinsipnya merupakan segala aktivitas yang dilakukan secara sadar. Apapun bentuk aktivitasnya yang ditekankan adalah perhatian yang diberikan saat melakukan aktifitas tersebut. Praktik kesadaran penuh yang paling sederhana adalah melatih dan menyadari napas, salah satunya adalah Teknik STOP. Teknik ini dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa membutuhkan peralatan.   

Noble dan McGrath (2016) menyebutkan bahwa Well-being murid yang optimal adalah kesadaran emosinal yang berkelanjutan (relatif stabil) yang ditandai dengan sikap dan suasana hati yang secara umum positif dengan sesama murid, guru, resiliensi, optimalisasi diri dan tingkat kepuasan diri yang tinggi berkaitan dengan pengalaman belajar mereka di sekolah. 

PSE adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat: 

Memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran Penuh)

Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)

Merasakan dan menunjukkan empati kepda orang lain ( Kesadaran sosial)

Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (Ketrampilan berelasi)

Membuat keputusan yang bertanggungjawab (pengambilan keputusan yang bertanggungjawab)

Adapun implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah dapat diberikan melalui :

pengajaran eksplisit

integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik

menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah

penguatan kompetensi sosial dan emosional Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) di sekolah. 

Sedangkan 5 kompetensi sosial dan emosional yang harus dikuasai, baik oleh PTK maupun murid adalah :

kesadaran diri

manajemen diri

kesadaran sosial

keterampilan berelasi

pengambilan keputusan yang bertanggung jawab 

Saya merasa bisa menguasai konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional ini karena saya dan teman-teman CGP memulai perjalanan di modul ini dengan melakukan refleksi pengalaman kami masing-masing terkait kompetensi sosial dan emosional. Dilanjutkan dengan mengeksplor di mana CGP mempelajari konsep pembelajaran sosial dan emosional dengan kerangka kerja CASEL dan implementasinya. 

CGP diberikan waktu untuk berdiskusi dalam kelompok dan mempresentasikannya dalam Ruang Kolaborasi Sesi 1 . Di tahap ini, CGP berdiskusi tentang contoh ide penerapan 5 kompetensi sosial dan emosional bagi murid dan rekan-rekan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah, kami  membahas tingkat S, SMP dan SMA.  Diskusi berlangsung seru dan mengasikkan. Masing-masing CGP mengutarakan ide-ide yang bisa diterapkan di kelas dan sekolah hingga tanpa terasa waktu yang diberikan oleh fasilitator, terasa kurang. Akhirnya saya dan teman-teman melanjutkan diskusi di luar Ruang Kolaborasi. Hal inilah yang membuat pemahaman saya terhadap pembelajaran sosial dan emosional semakin baik. 

Setelah mendapat penguatan dari sesama CGP dan fasilitator di Ruang Kolaborasi, tugasselanjutnya adalah mendemonstrasikan pemahaman dalam bentuk Demonstrasi Kontekstual tentang penerapan kompetensi sosial dan emosional (KSE) dalam pembelajaran melalui 4 indikator.

Penguatan materi kembali saya dapatkan dalam sesi Elaborasi Pemahaman yang diberikan oleh instruktur .Dalam kegiatan ini CGP dapat menumbuhkembangkan pemahaman tentang implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan komunitas. 

Dilanjutkan dengan membuat koneksi antar materi agar CGP dapat mengungkapkan pengalaman dan pemahaman sebelum dan sesudah mempelajari modul 2.2, serta mengaitkannya dengan materi yang terdapat dalam modul-modul sebelumnya, selanjutnya ditutup dengan aksi Nyata dari materi PSE.

Journal 8
JURNAL REFLEKSI MODUL 2.3

COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Coaching Untuk Supervisi Akademik, materi pada modul 2.3 untuk Guru Penggerak Angkatan 7,dipelajari mulai dari tanggal 9 Maret 2023 dan berakhir pada tanggal 30 Maret 2023. Refleksi saya dari pembelajaran modul 2.3 berisi tentang peristiwa yang dialami, perasaan yang muncul, dan hal-hal baru yang ditemukan, serta apa yang akan dilakukan sebagai bentuk dari kegiatan aksi nyata.

Modul 2.3 merupakan lanjutan dari Modul 2.2. Banyak sekali hal menarik yang dipelajari dalam modul 2.3 ini, yang membuat pengetahuan dan pemahaman saya semakin bertambah tentang apa dan bagaimana Coaching untuk supervisi akademik. Masih sama dengan jurnal refleksi sebelumnya, pada jurnal kali ini saya masih menggunakan model refleksi 4 F (Fact, Feeling, Findings, Future), yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway.

Kegiatan pelaksanaan pelatihan dilakukan secara daring melalui LMS (Learning Management Sistem), menggunakan alur MERDEKA (Mulai dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman dan Aksi Nyata).

Fact (Peristiwa), pembelajaran modul 2.3 dimulai pada kegiatan:

a. Mulai Dari Diri. Dalam sesi ini CGP diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan terkait dengan kegiatan observasi. Adapun pertanyaannya meliputi bagaimana perasaan saya ketika diobservasi, dan diminta untuk menceritakan bagaimana pengalaman saat diobservasi dan pengalaman pasca kegiatan observasi. Kemudian juga diminta untuk menjelaskan proses supervisi akademik yang ideal yang dapat membantu diri saya berkembang sebagai seorang pendidik, menggambarkan bagaimana posisi saya, jika saat ini menjadi seorang kepala sekolah yang perlu melakukan supervisi, sehubungan dengan gambaran ideal dari skala 1 s/d 10, dimana situasi belum ideal 1 dan situasi ideal 10, serta aspek apa saja yang dibutuhkan untuk dapat mencapai situasi ideal tersebut. Terakhir saya diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan reflektif, dan menuliskan harapan saya terkait modul 2.3.

b. Eksplorasi Konsep. Dalam kegiatan eksplorasi konsep terdapat banyak sekali pengetahuan baru yang dibelajarkan. Pada tahap ini CGP dituntun untuk bereksplorasi secara mandiri dalam memahami konsep Coaching secara umum dan konsep Coaching dalam dunia pendidikan, memahami definisi Coaching dan perbedaannya dengan metode pengembangan diri lainnya, dan yang terakhir adalah tentang konsep Coaching dalam dunia pendidikan. Selain menyiapkan CGP sebagai pemimpin pembelajaran, program Pendidikan Guru Penggerak juga menyiapkan CGP untuk menjadi seorang kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah tidak akan terlepas dengan tugas supervisi akademik, yang bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal 12 yaitu tentang pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan dalam suasana belajar yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.

Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya. Kepala sekolah yang dapat menuntun  warga sekolah untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakan pada murid adalah pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan, agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah Coaching, yang menurut Whitmore (2003) Coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu 'menuntun' tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Coaching adalah sebuah keterampilan yang perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan pendidik memiliki peran sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada, agar murid tidak kehilangan arah dan dapat menemukan kekuatan diri, tanpa membahayakan dirinya.

Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, merupakan semangat khusus untuk menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri yang ada pada murid. Paradigma Berpikir Among, menginformasikan 4 unsur tentang coaching, yaitu bahwa dalam proses coaching, coach dan coachee adalah mitra. Proses coaching membuka ruang emansipatif bagi coach dan coachee. Kegiatan coaching merupakan latihan menguatkan semangat Tut Wuri Handayani berdasarkan cinta kasih dan persaudaraan tanpa pamrih. Terakhir, proses coaching merupakan ruang perjumpaan antara coach dan coachee dalam membangun rasa percaya dan kebebasan melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk menguatkan kekuatan diri coachee. Hal ini sesuai dengan paradigma berpikir coaching yaitu, fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan.

International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee. Coaching adalah proses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan, dengan proses percakapan dua arah untuk memaksimalkan kompetensi inti coaching yaitu, kehadiran penuh/Presence, mendengarkan aktif, mengajukan pertanyaan berbobot, dan mendengarkan dengan RASA. RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask.

Selanjutnya dalam modul ini juga diperkenalkan acuan umum sebuah alur percakapan coaching yang dapat membantu peran coach dalam membuat percakapan coaching menjadi efektif dan bermakna yaitu alur TIRTA, dimana T adalah Tujuan, merupakan langkah menanyakan tujuan perencanaan apa yang ingin dicapai dengan program pengembangan/kegiatan. I adalah langkah melakukan Identifikasi, yaitu kegiatan mengidentifikasi hal-hal yang harus disiapkan/dikembangkan. R adalah langkah menyusun Rencana, yaitu menemukan hal-hal apa yang bisa membantu keberhasilan dan dukungan yang diperlukan, serta apa saja yang akan dilakukan. Terakhir TA, yaitu tanggung jawab, yang merupakan langkah untuk membuat kesepakatan kapan akan melakukan sesi untuk refleksi/kalibrasi.

c. Ruang Kolaborasi. Ruang kolaborasi sesi diskusi dilakukan dalam tiga bentuk kegiatan, dua kegiatan dilakukan secara virtual yang dilaksanakan pada tanggal   16 Maret 2023 untuk sesi latihan pelaksanaan kegiatan Coaching, dan pada tanggal 17 Maret 2023 untuk sesi praktik kegiatan Coaching yang dipandu oleh Bapak Kadirin, selaku Fasilitator CGP Angkatan 7 B.123 Jateng. Dalam kegiatan ini terdapat tiga kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari dua orang. Kegiatan sesi praktik Coaching direkam oleh fasilitator untuk kemudian diunggah pada laman unggahan hasil praktik Coaching di laman ruang kolaborasi di LMS, yang merupakan kegiatan ketiga dari kegiatan ruang kolaborasi.

Setiap kelompok melakukan praktik Coaching secara bergantian dengan masalah yang berbeda. Selanjutnya setelah kegiatan praktik Coaching selesai, CGP diminta untuk menuliskan refleksi dari kegiatan praktik Coaching yang telah dilakukan, tentang apa saja yang sudah berjalan dengan baik selama percakapan, apa yang masih perlu diperbaiki/ditingkatkan, apa yang  dilakukan untuk tetap dalam kondisi presence (kehadiran penuh) sebelum dan saat melakukan Coaching, dan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki/meningkatkannya, serta umpan balik apa yang diberikan oleh Coachee yang menjadi pasangan, saat melakukan kegiatan praktik Coaching tersebut.  

d. Demonstrasi Kontektual. Pada kegiatan demonstrasi kontekstual untuk modul 2.3 CGP diminta untuk membuat sebuah video dalam melakukan praktik kegiatan Coaching yang dilakukan secara kolaborasi dalam kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 3 orang. Dimana satu orang akan menjadi Coach, satu orang berperan sebagai Coachee, dan satu orang lagi sebagai pengamat.

Sebelum melakukan percakapan Coaching, pengamat mengadakan percakapan dengan Coach mengenai kompetensi inti Coaching (presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot) yang akan dikembangkan. Kemudian Coach dan Coachee melakukan percakapan Coaching. Pengamat melakukan observasi terhadap proses percakapan Coaching dan mencatat hal-hal yang diamati.

Setelah kegiatan Coaching selesai, pengamat memberikan umpan balik berbasis Coaching kepada Coach berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai pengembangan kompetensi Coaching berdasarkan data sesuai hasil pengamatan.  Setelah putaran satu rangkaian praktik percakapan Coaching selesai, maka CGP berganti peran dan melakukan rangkaian percakapan Coaching putaran dua sampai putaran tiga. Video hasil kegiatan Coaching dalam kelompok, diunggah di LMS pada laman demonstrasi kontekstual dengan due date yang telah ditetapkan.

e. Elaborasi Pemahaman/Koneksi Antar Materi

Elaborasi pemahaman akan dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan yaitu pada hari Kamis tanggal 23 Maret 2023, yang dipandu oleh Instruktur Nasional. Dalam kegiatan ini Instruktur akan memberikan tambahan pemahaman seputar Coaching untuk Supervisi Akademik dengan berbagai contoh penerapan, untuk menuntun CGP semakin memahami bagaimana cara menerapkan Coahing yang baik dalam kegiatan supervisi akademik atau kegiatan lainnya di sekolah.

Koneksi antar materi adalah kegiatan mengambil intisari/membuat kesimpulan atas pembelajaran yang telah diperoleh pada modul 2.3 dan menghubungkannya dengan materi pada modul sebelumnya. Kemudian CGP membuat refleksi atas pembelajaran yang telah dilakukan. Koneksi antar materi dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan diunggah di media sosial. Saya menyusun koneksi antar materi menggunakan aplikasi Canva, google site, share link drive dan diunggah pada laman YouTube dan Google Sites     

2. Feeling (Perasaan)

Setelah mempelajari modul 2.3 tentang coaching untuk supervisi akademik, saya semakin memahami bagaimana teknik dalam melakukan Coaching yang baik dalam kegiatan supervisi di sekolah, baik antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan murid, atau dengan warga sekolah lainnya.  

Mulai dari awal pembelajaran materi tentang coaching untuk supervisi akademik ini,  sampai pada kegiatan ruang kolaborasi, saya merasa mendapatkan pembelajaran yang sangat bermanfaat, khususnya dalam pengembangan pola pikir, pengelolaan emosi dan bagaimana membangun komunikasi yang baik, serta memiliki paradigma berpikir Among dan keterampilan Coaching dalam rangka pengembangan diri dan rekan sejawat.

Dalam kegiatan Coaching, Coach dan Coachee sama-sama bisa mendapatkan pembelajaran, yang bisa  dijadikan sebagai refleksi diri dan melakukan introspeksi atas semua hal yang selama ini telah dan yang akan dilakukan, baik dalam proses pembelajaran, ataupun masalah dan kegiatan lainnya.  Selanjutnya saya mulai berlatih dan terus berlatih agar mampu melakukan coaching yang tepat baik bersama dengan murid, ataupun dengan rekan-rekan sejawat.

3. Finding (Pembelajaran)

Modul 2.3 memberikan banyak pembelajaran baru tentang Coaching Untuk Supervisi Akademik. Dalam pembelajaran ini saya menjadi paham dan semakin tercerahkan, tentang bagaimana konsep Coaching dan perbedaan konsep antara Coach dengan mentor, fasilitator, dan konselor. Kegiatan Coaching ini sangat menarik bagi saya, untuk terus melakukan  pembenahan dalam membantu rekan sejawat, dan khususnya membantu murid dalam menyelesaikan  masalah yang dihadapinya, khususnya masalah-masalah di sekolah terkait dengan pengembangan diri dalam rangka mewujudkan murid yang memiliki kematangan diri, dan menjadi pribadi yang siap, dan mampu mengelola dirinya sendiri untuk menghadapi berbagai tantangan dan berbagai masalah yang ada.

4. Future (Masa Depan)

Secara keseluruhan rangkaian kegiatan pembelajaran modul 2.3 tentang Coaching Untuk Supervisi Akademik ini, membuat saya bersemangat untuk terus berpacu melakukan perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan kompetensi diri. Untuk itu saya telah merancang tindakan aksi nyata penerapan praktik coaching yang didasari oleh keinginan untuk melakukan praktik baik di lingkungan sekolah secara umum. Harapan saya dengan penerapan praktik coaching ini, baik di kelas bersama dengan murid, maupun di lingkungan sekolah bersama rekan sejawat dan warga sekolah lainnya, dapat mewujudkan pribadi yang mandiri dan khususnya mampu menuntun murid menjadi murid yang memiliki profil pelajar Pancasila.

Salam Guru Penggerak!



0 comments:

Post a Comment